Maengket, Filosofi Ucapan Syukur Kepada Sang Pencipta
Tari Maengket, tarian tradisional Minahasa (foto : sulawesitourism.com) |
Tari maengket menjadi tarian yang cukup dikenal di Sulawesi Utara bahkan secara nasional telah dikenal banyak orang. Tari maengket merupakan tarian khas adat Minahasa sebuah suku besar yang ada di Provinsi Sulawesi Utara. Seni tari ini sudah ada sejak zaman dahulu kala ketika penduduk Minahasa mulai mengenal peradabannya. Hal ini karena tarian ini merupakan tarian ucapan syukur kepada Sang Pencipta.
Tarian ini sejatinya berasal dari etnis Tombulu yang merupakan salah satu etnis dari suku Minahasa. Dan kini secara umum mulai dibawakan oleh semua etnis yang ada di Minahasa sebagai bagian dari kekayaan budaya Suku Minahasa. Menurut perkiraan Maengket begitu tarian ini disebut, sudah ada sekitar abad ke 7 dimana tari ini menjadi gambaran kehidupan sehari-hari masyarakat akan rasa syukur atas berkat dari Yang Maha Kuasa.
Tari Maengket, tarian khas Minahasa-Sulawesi Utara (foto : kamerabudaya.com) |
Kata maengket dalam nama tarian ini berasal dari kata engket, yang mempunyai arti tumit diangkat/mengangkat tumit. Dalam perkembangan penuturan bahasanya oleh masyarakat dimana penambahan frase ma menjadikan nama tarian ini sering di sebut maengket. Sesuai dengan arti katanya, pelaksanaan tarian ini adalah dengan mengangkat tumit saat mementaskan gerakan-gerakannya. Pelaksanaan tarian ini adalah dengan melakukan gerakan-gerakan tari yang mana tumit sering diangkat, hal ini sesuai dengan makna kata nama tariannya, engket atau mengangkat tumit.
Tarian maengket sendiri di bawakan oleh beberapa pasang penari pria dan wanita, dimana bisa terdiri dari 20 - 30 orang. Seorang pemimpin tari yang biasanya adalah seorang wanita yang disekebut kapel akan berada ditengah yang juga jadi pengiring tarian. Diiringi dengan alat musik tambor, gong, dan tetengkoren tarian ini juga diiringi dengan nyanyian dari para penari dengan bahasa Minahasa yang kental.
Tari Maengket oleh anak-anak (foto : kibrispdr.org) |
Tarian Maengket mempunyai 3 (Tiga) babak atau bagian, yaitu pertama adalah Maowey Kamberu, yang kedua Marambak dan terakhir adalah Lalayaan. Setiap bagian atau babak pada tari tradisional ini mempunyai arti dan maknanya.
Pada babak pertama yaitu Maowey Kamberu, memberi makna akan ucapan syukur oleh masyarakat kepada Sang Pencipta atas hasil panen yang baik setelah melewati masa lelahnya dalam proses bercocok tanam sampai panen itu sendiri.
Pada babak kedua yaitu Marambak, marambak atau juga disebut rumambak maksudnya adalah menghentakkan kaki di rumah atau bangunan baru. Biasanya pemilik rumah yang baru dibangun mengundang orang-orang untuk naik kerumah menguji bangunan sekaligus merayakan bersama. Filosofi pada babak ini adalah semangat gotong royong dan ucapan syukur atas selesainya pembangunan yang dinikmati dengan ucapan syukur dalam kebersamaan.
Alat musik pengiring pada tarian maengket (foto : kompasiana.com) |
Pada babak ketiga yaitu Lalayaan, pada babak ini memberikan gambaran dan deskripsi bagaimana pergaulan para pemuda dan pemudi Minahasa dalam mencari jodoh.
Tarian maengket sendiri mempunyai karakter dimana terjadi perpaduan antara alunan musik, suara nyanyian dan seni gerakan tarinya. Oleh berbagai kalangan pemerhati dan pengamat seni tarian ini memberikan pandangannya bahwa Tari Mangket ini merupakan produk kebudayaan besar yang semenjak dilahirkan mengalami proses penyempurnaan-penyempurnaan seiring perkembangan zaman saa ini.
Saat ini, tarian tradisional khas Minahasa ini banyak digemari oleh anak-anak dan dewasa untuk terus dilestarikan. Perkembangan zaman ternyata tidak meruntuhkan jati diri muda mudi Minahasa untuk tetap mencintai salah satu budayanya, hal ini tak lepas pula peran serta orang tua yang memberi dorongan untuk terus mengembangkan budaya Minahasa itu sendiri.
Comments
Post a Comment