Memahami Dan Menyelami Pikiran Mafia
Takkan ada kejahatan yang abadi |
Ditengah hingar bingar isu-isu global, kejahatan sudah menjadi musuh besar tiap negara di dunia yang sudah pada tahap sangat mengkhawatirkan. Kejahatan dapat muncul dari berbagai sudut pandang dengan maksud kepentingan yang berbeda. Tak terkecuali dalam kehidupan pelayanan publik kepada masyarakat.
Layanan publik akan berimplikasi terhadap sosial kemasyarakatan, dimana proses transformasi akan kecerdasan hampir atau bahkan dikalahkan oleh provokasi-provokasi serta taburan bumbu kebencian. Meski terlihat sedikit atau kecil tapi tampak mendominasi dan telah membuat keresahan. Itulah mafia,. yah, mafia.
Keberanian mereka yangh saya sebut mafia ini biasanya karena ada spirit dibaliknya. 'Spirit' ini biasanya tak nampak tapi cukup berperan bahkan merupakan dalang. Dialah yang menggerakkan demi kepentingannya.
Mereka biasanya berusaha akan menjaga susananya, hal mana sumber daya akan selalu dieksploitasi. Benar atau salah, pembodohan akan digunakan untuk menanam serta menebar benih konflik di tengah kelompok.
Membuat keresahan dan kegaduhan dengan mengadu-domba, membakar emosi hanya untuk menanggalkan rasionalitas. Solidaritas tidak lagi menjadi rasional dan tidak berperikemanusiaan, mereka sangat piawai merobek perasaan dan menjadikaannya sebuah kegilaan dalam kelompok.
Penyebaran benih dan isu menjadi makanan demi menyemai kebencian. Tatkala penyebaran kebencian ini dibungkus dalam suatu tindak pembodohan pikiran yang diyakini dan merasuki hati, dengan harapan mudah menyulut kobaran api konflik.
Mereka yang tersulut kadang tak tahu apa yang menjadi instruksi sang dalang dan antek lainnya, dalam pikiran hyanyalah ramai-ramai untuk merusak dengan kebebasan menanggalkan otak. Munculnya konflik berakibat pada kekhawatiran, ketakutan dan kacaunya kelompok sosial.
Dalang yang menjadi spiritlah yang akan bertepuk tangan menikmati kejahatan yang didasari pikiran jahat akan kepentingan sesaat mereka, kenikmatan akan kecurangan yang coba terus dilestarikan. Ketika kewarasan terus dihalau dan ditanamkan sikap anti waras, maka takkan ada tempat bagi yang waras.
Kewarasan seolah menjadi ancaman nyata yang dianggap kegilaan, maka mereka yang jahat berusaha dengan berduyun-duyun melakukan pembodohan seperti kebodohan mereka dengan bangganya. Citra waras menjadi mimpi yang sia-sia, karena bagi mereka kegilaan adalah kebanggaan. Semenyedihkannya sehingga otak kewarasan tidak ada lagi.
Ketika anti waras merajalela sebagai konsep konflik, maka ketidakwarasan sama dengan mencari kematian pikirannya.
(Disadur dari Geliat Mafia Birokrasi : Menanggalkan Otak dan Hati Membulli Yang Waras? oleh Kombes Pol. Chrysnanda DL)
Comments
Post a Comment